Senin, 08 September 2014

Saat darurat baru memeluk kaki Buddha juga efektif



Kisah Mukjizat Melafal Amituofo

Saat darurat baru memeluk kaki Buddha juga efektif

Di Taitung ada seorang karyawan pabrik gula yang bernama Chen Fei-lin, dia merupakan seorang pengikut Buddha yang taat, namun istrinya, permulaannya sangat menentang suaminya meyakini Buddha dan melafal Amituofo, tetapi bagi Upasaka Chen sedikitpun takkan mundur hatinya, tetap tekun melatih diri, sambil menasehati istrinya : “Kita seharusnya melafal Amituofo, ini adalah bekal untuk terlahir ke Alam Sukhavati, selain itu semasa hidup juga dapat mengubah bahaya menjadi keselamatan, mengeliminasi bencana dan menjauhi petaka, terhadap diri sendiri akan membawa manfaat yang besar”.

Nyonya Chen setiap hari mendengar nasehat serupa ini dari suaminya, namun selalu saja masuk telinga kiri keluar telinga kanan, tidak sudi mendengarkannya, meskipun demikian, Nyonya Chen merupakan ibu rumahtangga yang baik, tahu berhemat dan hidup sederhana, terkadang naik ke gunung untuk mencari kayu bakar, lalu mengangkat sejumlah kayu bakar menuruni gunung, menumpang kereta api kecil trip terakhir pulang rumah.

Tetapi pada suatu kali, Nyonya Chen sedang mengangkat kayu bakar menuruni gunung, tak terasa mentari telah terbenam di ufuk barat, kereta api trip terakhir juga sudah berangkat, kereta api kecil yang menaiki gunung adalah khusus untuk mengangkut tebu, jadi bukan untuk mengangkut penumpang, karena itu setelah kereta trip terakhir berangkat maka semua orang akan pulang ke rumah masing-masing, tidak ada lagi orang yang berada di stasiun.

Hari sudah malam dan gelap, bahu Nyonya Chen memikul seikat besar kayu bakar, membangkitkan kegigihan dan keberanian, memutuskan untuk jalan kaki pulang ke rumah; sendirian mengikuti jalur rel kereta api, dia melangkah di tengah rel kereta, berjalan terus ke arah depan, tetapi tiba-tiba dia melihat di kejauhan ada bayangan hitam, saat itu Nyonya Chen semakin berjalan semakin mendekat, tampak semakin jelas, seluruh bulu kuduknya jadi berdiri, ketakutan hingga melepaskan ikatan kayu bakar yang sedang dipikulnya dan segera melarikan diri.

Nyonya Chen saat berada sendirian pada malam yang larut dan bertemu dengan bayangan hitam, dalam sekejab jadi teringat akan nasehat suaminya yang berulang-ulang didengarnya selama beberapa tahun ini, akhirnya terpaksa juga melafal keluar sepatah Raja mantra (Namo Amituofo) yang selama ini tidak disukainya, pada detik-detik antara hidup dan mati, saat-saat kritis barulah memeluk kaki Buddha, lalu dia berdiri di sana, meskipun belum sanggup menenangkan diri, namun dia beranjali melafal Amituofo dengan suara nyaring “Namo Amituofo”, setelah melafal hingga beberapa menit kemudian, bayangan hitam tersebut beranjak pergi dan perlahan menghilang. Nyonya Chen melihat peristiwa ini dengan jelas, kemudian dia mempercepat langkahnya berjalan pulang, hingga kayu bakarnya juga tidak dipedulikan lagi.

Nyonya Chen berjalan dengan langkah besar agar cepat sampai di rumah, selama di perjalanan, mulutnya tiada henti melafal “Namo Amituofo”, tetapi setelah menempuh jarak tertentu, mendadak kakinya tidak bisa digerakkan, saat itu Nyonya Chen merasa heran, mengapa kedua kakinya tidak bisa diangkat, dengan segera dia menfokuskan perhatian, membungkukkan badannya lalu meraba-raba permukaan tanah, barulah dia menyadari ternyata lagi-lagi dia selamat dari sebuah marabahaya.

Ternyata beberapa langkah di depannya adalah sebuah sungai kecil, dia mendengar dengan seksama, ternyata aliran airnya sangat deras. Saat itu Nyonya Chen sangat berterimakasih pada maitri karuna Buddha Amitabha yang telah melindunginya, andaikata bukan karena kedua kakinya tidak dapat digerakkan, maka dia akan berjalan terus dan jatuh ke dalam sungai yang deras lalu hanyut, dan keluarganya juga takkan tahu akan kematiannya.

Saat itu di atas sungai hanya ada jembatan yang dibuat dari kayu-kayu kecil, Nyonya Chen membungkuk dan menunduk lalu dengan merangkak pelan-pelan menyeberangi jembatan, barulah dapat bernafas lega, lalu menegakkan kembali punggungnya dan berlari lagi menuju arah depan, peristiwa ini terulang sebanyak tiga kali, setiap bertemu ada sungai kecil di hadapannya, maka kakinya akan berhenti sendiri, sungguh tak terbayangkan. Jika salah langkah maka akan hanyut oleh arus yang deras, karena malam hari tidak dapat melihat, maka itu ketika Nyonya Chen sampai di rumah, jam telah menunjukkan pukul 12 tengah malam.

Keesokan harinya Nyonya Chen kembali lagi untuk mengambil kayu bakar yang dia tinggalkan semalam, lalu dia bertanya pada orang yang ada di stasiun, siapa sebenarnya bayangan hitam yang dia lihat semalam? Orang itu menjawab bahwa waktu dulu ada seseorang yang mati tragis, kemungkinan merupakan arwah penasaran, selalu menampakkan diri di sekitar daerah ini.

Kisah diatas diceritakan pada tangga 1 Januari 1959, saat Fa Yuan dan Nona Huang Zhao Ying menghadiri peresmian Asosiasi Lotus Taitung, bahkan memberi ceramah selama lima hari, mendengar langsung penuturan dari Nyonya Chen.

Penulis : Upasika Lin Kan-zhi


念佛感應見聞記
  
臨時抱佛腳也有效

臺東糖廠職員陳非林居士是一位虔誠的佛教徒,但他的夫人,起初反對丈夫信佛念佛甚烈,可是陳居士一點也不退心,依然精進,一方面苦口婆心,勸他太太說:「我人有口皆應念彌陀,即是後來生西的資糧,但在未生西以前,也能逢凶化吉,消災免難,對自己有莫大利益。」陳太太經其先生這樣天天感化,卻仍馬耳東風,一概不聽,但這位陳太太是一位克勤克儉治理家庭的好主婦,有時上山採薪,挑一大擔柴下山,就坐最後一班的小火車回家。但有一次,陳太太挑柴下山,不知不覺已是日落西山,最後班車已經開了,山上的小火車是拖甘蔗的,不是專載客人的,所以最後班車開出後各自回家,沒有人留在車站上。時已黃昏,陳太太肩上挑了一大擔柴,提起勇氣,決定徒步回家;自己一個人就順了鐵路,行在鐵路中心向前直進,當走到半途,突然間,看見前面的鐵路中心,立了一個大漢的黑影,此時陳太太愈行愈近,看的愈分明,全身毛孔直豎,害怕的把肩上一擔柴也丟掉了,因為她已無力再挑。陳太太在此黑夜獨自一人看見那個黑影,在此一剎那間,忽然想起被丈夫熏習了數年,最不受歡迎不願意念的一句咒中之王,在此生死關頭,臨時抱佛腳,立在那裡,情不自禁的合起掌來大聲念「南無阿彌陀佛」念了差不多幾分鐘,那個大漢的黑影,似乎已向旁邊走去的樣子,漸漸的消滅了。陳太太看得明明白白,就趕快加緊腳步,連柴亦不要了。

陳太太大步跑回家的途中,口裏不斷的念「南無阿彌陀佛」,但走了一陣,忽然雙腳不能動彈,這時陳太太心裏很奇怪,為什麼雙足怎樣舉都不得動彈,即時提起精神,彎了腰雙手向地下摸去,陳太太用手大摸,纔知道又過了一重大災難,原來只要再向前進一步,便是一條大溪澗,仔細聽一聽,溪水流的聲音很急。陳太太這時更感謝阿彌陀佛慈悲保佑。假若不是雙足不動,再進一步就掉落溪中被水流去,連家人也不知道,將永遠含恨九泉地下。當時那條溪是以小木板為橋,陳太太就用兩手兩腳如狗一樣爬過去,才鬆了一口氣,直起腰來,就再向前跑,一連三次,凡臨溪邊,腳下就自動止步,真是不可思議。差一步不是溺死,就是摔死,因為黑夜看不見的關係,所以陳太太回到家裡已是午夜十二點鐘。

翌日陳太太再去挑回昨夜丟掉的柴,就問車站的人,昨晚所見那個黑影究竟是什麼?人家就對他說,從前有一個人,在那裡受了橫禍死亡,諒必是陰魂不散,常常在那裡顯身。以上是民國四十八年一月一日臺東蓮社落成的時候,法圓與黃昭英小姐去參加,並且講演五天,聽到陳太太親口說的。

林看治老居士著